Sabtu, 19 Juli 2014

teknologi dalam pembelajaran bahasa inggris

Haruskah Bahasa Inggris dan Pendidikan Teknologi Dihilangkan dalam Kurikulum 2013?


Kurikulum 2013, yang mulai diberlakukan pada tahun pelajaran 2013-2014, mengandung beberapa kontroversi. Yaitu penghilangan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD, dan Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di kurikulum SD, SMP, dan SMA. Selain itu, pelajaran IPA dan IPS di SD “digabungkan” dengan pelajaran Bahasa Indonesia.
Pentingkah Bahasa Inggris dan Pendidikan Teknologi?
Tentu saja penting. Dalam menyongsong era globalisasi ini, penguasaan Bahasa Inggris tentunya semakin penting. Faktanya, orang yang menguasai Bahasa Inggris memiliki kesempatan dan peluang kerja lebih banyak dibandingkan yang tidak menguasai. Bahkan, seorang sopir taksi pun menguasai bahasa Inggris. Ini yang membuat penguasaan bahasa Inggris menjadi syarat wajib untuk mendapatkan pekerjaan. Bukan tidak mungkin, 10-20 tahun mendatang bahasa Inggris menjadi kebutuhan pokok masyarakat bangsa Indonesia. Begitupun pendidikan teknologi, perkembangan teknologi menjadi faktor bagi seseorang untuk menguasai teknologi. Penguasaan akan iptek sudah tidak perlu diragukan lagi, karena jika bangsa Indonesia tidak menguasai teknologi, bukan tidak mungkin, bangsa Indonesia akan tertinggal dari negara-negara lain. Untuk mempersiapkan itu, tentunya harus ada pendidikan teknologi dari sejak dini.
Efek tidak adanya pendidikan Teknologi dan bahasa Inggris
Tentu saja, dengan penghilangan 2 pelajaran tersebut dari kurikulum SD, dan penghilangan pelajaran teknologi sampai dengan SMA, mempengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Karena kedua pelajaran itu menjadi modal generasi muda di Indonesia untuk memajukan kehidupan bangsa di masa yang akan datang, penghilangan 2 pelajaran itu membuat menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia. Dengan kualitas pendidikan yang semakin buruk, generasi yang dihasilkan akan semakin buruk. Belum lagi fasilitas pendidikan yang masih buruk.
Sains dan Teknologi di Indonesia masih rendah
Dalam survei salah satu lembaga, kualitas pendidikan sains di Indonesia masih berada dalam level memprihatinkan. Menurut salah satu sumber, kualitas pendidikan di Indonesia masih berada di level yang sangat mengkhawatirkan. Pendidikan matematika di Indonesia berada di peringkat ke 2 terendah dari 65 negara. Untuk memperbaikinya, tentu saja dengan menambah porsi pendidikan saintek di Indonesia. Usaha tersebut wajib dilakukan untuk memajukan kualitas SDM di Indonesia.
Pendidikan Seni, haruskah?
Dalam kurikulum 2013, salah satu pelajaran wajib adalah seni. Tapi menurut opini penulis, seharusnya kebijakan tersebut ditinjau kembali. Penulis pernah melihat keluhan seorang pelajar di Indonesia (melalui media sosial), bahwa tugas seni sangat memberatkan, lebih dari tugas pelajaran Matematika dan Sains. Tugas seni tersebut, ternyata membutuhkan waktu dan biaya yang sangat besar. Bagaimana mungkin, seorang pelajar yang belum terlatih atau mengenal pendidikan perfilman diwajibkan untuk membuat film panjang berdurasi 90 menit, lalu film tersebut harus ditayangkan di bioskop? Lalu, biaya yang diperlukan untuk shooting itu dianggap cukup besar, karena selain mengorbankan waktu liburan, shooting tersebut dilakukan di vila di luar kota, selama 1 minggu. Dan menurut penuturan pelajar tersebut, dalam naskah film itu terdapat adegan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Dua orang (laki-laki dan perempuan), berpelukan di dalam kamar. Itu tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan moral di Indonesia sudah dalam fase yang mengkhawatirkan. Padahal, seharusnya pelajar tidak dibebankan tugas yang seberat ini. Belum lagi dari pengakuannya, teman-teman sekelasnya sampai membolos dari sekolah, hanya untuk membicarakan tugas tersebut. Ini merupakan hal yang sangat buruk. Seharusnya tugas seberat itu tidak dibebankan kepada siswa.
Kenakalan Remaja
Salah satu problem pelajar saat ini, adalah maraknya tawuran pelajar. Di Jakarta Selatan, mungkin anda pernah mendengar 36 orang pelajar membajak kopaja. Atau 21 pelajar SMP membajak bus. Belum lagi kasus video mesum yang melibatkan pelajar SMP di Jakarta Pusat. Problem kenakalan remaja ini harus dapat diatasi oleh pendidikan karakter bangsa, yang dimuat dalam kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar