Pendidikan Bahasa di Sekolah Dasar
Pengajaran Bahasa Indonesia merupakan bagian dari pendidikan kebangsaan yang tidak tergantikan oleh bahasa mana pun.
Pendidikan dasar bidang bahasa di SD yang diwujudkan dengan pengajaran Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional merupakan bagian dari upaya dan proses pendewasaan anak untuk membentuk konsep tentang dirinya dalam hubungan dengan jati dirinya dan lingkungannya. Ia mesti membangun wawasannya dalam hubungan dengan masa kini, masa lampau, dan masa depannya.
Pengajaran Bahasa Indonesia di SD bukan sekadar membangun keterampilan simak-bicara, baca-tulis, yakni keempat keterampilan bahasa pada tingkat awal. Dalam
pengajaran bahasa nasional, anak didik dengan bahasa yang dikuasainya mesti menghayati sistem kognitif dan emotif, sistem etik dan estetik, dan membangunnya untuk dirinya. Guru harus membimbing anak didiknya agar mampu menyerap bahan-bahan itu secara analitis untuk memperkaya batin si anak dan secara sintetis untuk diterapkan dalam kehidupannya. Pada dasarnya pendidikan bahasa nasional di SD adalah pendidikan humaniora untuk membentuk struktur batin dan perilaku pribadi Indonesia.
Pendidikan Bilingual?
Secara teoretis, anak manusia, termasuk anak Indonesia tentunya, punya potensi tak terbatas menyerap dan menerapkan kemampuan lebih dari satu bahasa: katakanlah bahasa Indonesia dan salah satu bahasa asing atau bahasa Indonesia dan salah satu bahasa warisan (bahasa daerah). Akan tetapi, hingga kini belum ada penelitian empiris tentang kemampuan longitudinal anak Indonesia yang biasa berbahasa asing dan berbahasa Indonesia. Kita hanya punya informasi anekdotal tentang anak-anak yang lancar bahasa Inggris dalam situasi informal.
Sudah tidak kita temui lagi orang Indonesia seperti Prof Hussein Djajadiningrat atau Prof Poerbatjaraka yang kreatif menulis karya ilmiah dalam bahasa asing, dalam hal ini bahasa Belanda. Sekarang pada zaman globalisasi yang lebih maju ini, ketika kita mempunyai makin banyak profesor dan ketika kita makin dijajah oleh bahasa Inggris, jarang kita jumpai penulis Indonesia yang kreatif menulis karya berbahasa Inggris atau bahasa asing lain.
Kita tahu ada di antara kita banyak yang mampu berbahasa Indonesia dan dalam situasi tertentu tetap fasih berbahasa warisan (bahasa daerah). Pertanyaannya: sampai umur berapa? Selamanyakah ajek dan berimbang? Mampukah orang menggunakan variasi formal dan variasi informal secara berimbang? Mampukah orang baca-tulis sampai umur lanjut?
Pertanyaan akan lebih banyak lagi tak terjawab bila masalah bilingualisme diterapkan dalam sistem pendidikan di sekolah. Bagaimana mungkin kita menjalankan program yang tidak didukung oleh kearifan masa lalu dan tanpa penelitian ilmiah yang meyakinkan? Pandangan pro-pendidikan bilingual biasanya dicarikan dukungan pada penelitian tentang wilayah-wilayah dunia yang mempunyai sejarah, aspirasi nasional, dan situasi sosiolinguistik yang berlainan dengan negeri kita.
Bahasa Inggris di SD?
Hiruk pikuk tentang pengajaran Bahasa Inggris berpunca pada ketidakpuasan orang akan kinerja para mahasiswa dan cendekiawan kita yang kemampuan bahasa Inggrisnya rendah (sehingga di perguruan tinggi harus diselenggarakan kuliah Bahasa Inggris, padahal bahasa ini sudah bertahun-tahun diajarkan di sekolah menengah). Banyak warga masyarakat merasa mampu berbahasa Inggris apabila sudah bisa casciscus dalam bahasa itu, padahal kita dituntut mampu baca dan tulis yang memadai bila ingin maju.
Rumpang yang terjadi ini mau dilemparkan ke pendidikan dasar, padahal semua subsistemnya tidak siap: guru tak dipersiapkan untuk mengajar bahasa Inggris, apalagi dalam bahasa Inggris; buku pelajaran tidak ada yang memenuhi syarat. Seperti biasa, pihak yang lemah, yang tidak mampu bersuara atau mempertahankan diri, yakni jajaran pendidikan dasar, dijadikan sasaran tembak dan kambing hitam segala masalah pendidikan nasional.
HUM . . . cyus aku gak ngerti gimana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar